Minggu, 01 Juli 2012

LPPNRI : “Diskominfo Kota Depok Mark’up Anggaran” Diduga KPK & Kejagung Trima Upeti


                                             Koordinator LSM LPPNRI Toto Sudiarto

Depok Pajajaran News

Kendati telah dilaporkan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan diberitakan oleh sejumlah media, proyek running tex di Diskominfo Pemkot Depok yang didanai dari pos APBD TA 2011, senilai Rp 3.169.111.526.,- anggaran yang dibuat untuk proyek running tex tidak realistis, dan berlebihan serta terindikasi adanya  mark up anggaran serta sarat dengan KKN. 

Namun pihak KPK dan Kejagung belum juga menyelesaikan kasus tersebut. Padahal Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan tertutup untuk segera mengungkap kasus tersebut, yang kini sudah berkembang menjadi opini publik di masyarakat, bahwa KPK dan Kejagung diduga keras telah terima upeti dari Diskominfo Kota Depok,” tegas Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara.RI (LPPNRI), Toto Sudiarto, kepada wartawan Minggu (1/7/2012)  dikediamannya.

Menurut Toto, proyek pembangunan running tex yang berjumlah hanya 5 unit itu, sangat berlebihan, karena anggaran yang diserap sangat jauh diatas kebutuhan yang sebenarnya. diduga terjadi pembengkakan jumlah anggaran hanya untuk pembangunan itu saja yang merupakan pemborosan dan terindikasi terjadi kebocoran yang tidak wajar.

Diketahui proyek running tex yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu hanya di bangun di lima titik diantaranya, dua unit terletak di jalan Margonda Raya, dua unit terletak di jalan Raya Bogor, serta satu unit di wilayah Cibubur.

Biasanya dalam suatu rencana penyusunan anggaran pada pengadaan barang dan jasa pihak perencana cenderung melakukan "penggelembungan anggaran" atau disebut mark up anggaran, agar paket proyek tersebut diarahkan kepada pengusaha tertentu yaitu bertujuan dalam rangka "tender arisan" atau proyek bagi-bagi untung,” tuturnya.

Toto mengungkapkan, ciri-ciri penggelembungan anggaran pada pengadaan barang dan jasa, dapat dilihat dari aspek biaya yang dibutuhkan tinggi, dan jauh diatas kebutuhan yang sebenarnya. “ Sementara kualitas hasil pekerjaan proyek rendah dapat mengakibatkan hasil pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan volume pekerjaan atau tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.

Indikasi proyek yang diarahkan, dapat dilihat dari penilaian pihak panitia lelang yang telah memenangkan penawar tertinggi pada urutan keempat yaitu dimenangkan oleh CV. Pintu Rejeki Rp 3.160.000.000, dan hanya ditawar turun Rp 9 juta dari nilai pagu senilai Rp 3.169.111.525. Padahal acuan di dalam Perpres No. 54 tahun 2011 tentang pengadaan barang dan jasa kerap mempertimbangkan pada penawaran terendah yang responsive.
“ Tentu dalam hal ini, berdasarkan penawaran tersebut di atas patut diduga bahwa proyek running tex berpotensi merugikan keuangan negara, karena diduga telah melanggar Perpres No. 54 Tahun 2011 tentang pengadaan barang dan jasa,” ungkapnya.

Padahal diketahui PT. Hutama Manggala Persada, ujar Toto, melakukan penawaran harga terendah Rp 900.000.000. Urutan kedua PT. Satria Surya Pratama dengan penawaran Rp 1.000.000, dan urutan ketiga oleh CV. Andini.“ Perlu diselidiki bahwa siapa sesungguhnya yang membawa atau memiliki tiga perusahaan di atas. Bukan tidak mungkin yang membawa ketiga perusahaan yang kalah adalah pihak pemenang juga.

Toto menegaskan, LPPNRI bersama dengan elemen yang lainnya, akan mengawal trus kasus ini agar kepercayaan terhadap Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntasan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kota Depok dapat terungkap ke publik, sehingga rasa percaya kami terhadap penegak hukum yang selama ini bimbang akan terbangun kembali,” tandasnya.(Faldi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar