Selasa, 10 April 2012

Bentuk Kepedulian UI Papua Center Diresmikan


 Suasana ketika peresmian Papua Center di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok (Ist)

Depok Pajajaran News
 
Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri, bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih (Uncen). Telah meresmikan  Pusat Kajian Papua (Papua Center). Ini adalah salah satu bentuk Kepedulian Universitas Indonesia (UI) terhadap Provinsi Papua. Senin (9/4/2012) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok.

Gumilar mengungkapkan, mengapresiasi upaya Dekan FISIP UI yang mampu mewujudkan adanya Papua Center. Ia pun mengaku bahwa dirinya bangga bahwa UI dapat menjadi fasilitator secara akademis untuk memecahkan permasalahan di tanah Papua. "Ini tanggung jawab yang baik yang diemban dengan pak Dekan FISIP, diresmikannya Papua center saya bahagia, kami didukung untuk memecahkan persoalan di tanah Papua," ungkapnya.

Sementara Dekan FISIP UI Bambang Shergi Laksono memaparkan, misi diresmikannya Papua  Center menjadi jembatan akademik dan jembatan kebudayaan. Kedua aspek tersebut agar meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta pengenalan budaya tanah Papua. “Tiga tahun pertama Papua Center akan fokus pada pengenalan budaya Papua, penelitian, informasi, dokumentasi, dan pendidikan.

Tujuan dari pusat kajian ini adalah terciptanya sumberdaya manusia yang handal dan memiliki pengetahuan serta kemampuan baik. Sumberdaya tersebut bukan hanya para cendikia, tetapi juga aparatur pemerintah daerah, rekan-rekan lembaga non pemerintah serta generasi muda papua. Kedua, memberikan pengabdian masyarakat yang nyata dan berdampak langsung kepada masyarakat melalui bidang pendidikan dan kebudayaan. Ketiga, menjadikan Papua dan Papua Barat sebagai center of excellent dalam bidang pendidikan dan kebudayaan di kawasan Timur Indonesia,” paparnya.

 Selain itu, kata Bambang, agar terciptanya pengabdian masyarakat secara langsung ke masyarakat Papua. Tak hanya itu, pengenalan budaya Papua juga akan dilakukan di kampus UI, Jakarta, dan Bali. "Untuk perkenalkan budaya Papua khususnya budaya Kamoro. Ada juga pameran budaya. Kalau perlu ada program di tingkat SMA serta pertukaran dosen tamu dan seminar.

Setelah diresmikan, Papua Center langsung melakukan penandatanganan kerjasama dengan dua lembaga berbeda yakni PT Freeport Indonesia dan Sabang-Merauke Circle. PJS Rektor Uncen, Festus Sumbiak mengatakan, pihaknya terbuka menjalin hubungan dalam bidang pendidikan dan penelitian. Ia pun ingin agar penelitian tersebut langsung dilakukan di Papua. "Kami harapkan tenaga pengajar UI dalam berbagai program penelitian jangan hanya disimpan jadi dokumen, bahas dulu di Papua, sebelum dibawa ke UI," ujar Bambang.

 Ditempat yang sama, Presiden Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan melihat Papua menyimpan persoalan maha besar. Makanya, Papua Center harus dapat menemukan formula yang dapat menjadikan Papua sebagai milik masyarakat Papua. Selama ini, kata dia, Papua hanya sebatas subyek pembangunan. “Tapi bukan berarti pembangunan yang lebih diutamakan.

Saat ini, terang Syahganda, masyarakat Papua membutuhan pendidikan dan UKM. Bagaimana masyarakat dapat diajarkan cara berdagang. Setelah pendidikan dan UKM sudah terbina secara baik. “Baru lah dilakukan pembangunan jalan dan penerangan,” teraangnya.

 Dia meyakini kemerdekaan yang dimaksud orang Papua bukan melepaskan dari dari Indonesia melainkan sejahtera, bebas dari buta huruf, bebas dari kemiskinan. “Sebanyak 30 persen penduduk Papua berada pada garis kemiskinan. Indek Pembangunan Manusianya hanya satu level lebih tinggi dari NTT,” kilah Syahganda.

 Menanggapi adanya penembakan seorang wartawan Papua Pos, Leiron Kogoya Muliambut (35) yang menyebabkan dirinya meninggal dunia. Syahganda Nainggolan menilai kejadian tersebut akibat separatisme yang tak kunjung selesai di Papua. Menurutnya, presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggungjawab atas insiden tersebut. "Itu bentuk separatis di Papua. Yang paling bertanggungjawab seharusnya presiden SBY," ujarnya.

 Menurut Syahganda, bahwa separatis itu timbul karena kesenjangan sosial sehingga rakyat Papua tak puas. Agar situasi kondusif, maka isu kesejahteraan harus sanggup diwujudkan. "Jika tidak kondusif, isu kesejahteraan ini akan berdampak pada isu kemerdekaan, tak ada masalah kecil di Papua, yang ada besar dan semakin besar," tuturnya.(Faldi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar