Suasana ketika peresmian Papua Center di Auditorium Juwono Sudarsono
FISIP UI Depok (Ist)
Depok Pajajaran News
Rektor Universitas Indonesia
Gumilar Rusliwa Somantri, bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih (Uncen).
Telah meresmikan Pusat Kajian Papua
(Papua Center). Ini adalah salah satu bentuk Kepedulian Universitas Indonesia
(UI) terhadap Provinsi Papua. Senin (9/4/2012) di Auditorium Juwono Sudarsono
FISIP UI Depok.
Gumilar mengungkapkan, mengapresiasi
upaya Dekan FISIP UI yang mampu mewujudkan adanya Papua Center. Ia pun mengaku
bahwa dirinya bangga bahwa UI dapat menjadi fasilitator secara akademis untuk
memecahkan permasalahan di tanah Papua. "Ini tanggung jawab yang baik yang
diemban dengan pak Dekan FISIP, diresmikannya Papua center saya bahagia, kami
didukung untuk memecahkan persoalan di tanah Papua," ungkapnya.
Sementara Dekan FISIP UI Bambang
Shergi Laksono memaparkan, misi diresmikannya Papua Center menjadi jembatan akademik dan jembatan
kebudayaan. Kedua aspek tersebut agar meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
serta pengenalan budaya tanah Papua. “Tiga tahun pertama Papua Center akan
fokus pada pengenalan budaya Papua, penelitian, informasi, dokumentasi, dan
pendidikan.
Tujuan dari pusat kajian ini adalah
terciptanya sumberdaya manusia yang handal dan memiliki pengetahuan serta
kemampuan baik. Sumberdaya tersebut bukan hanya para cendikia, tetapi juga
aparatur pemerintah daerah, rekan-rekan lembaga non pemerintah serta generasi
muda papua. Kedua, memberikan pengabdian masyarakat yang nyata dan berdampak
langsung kepada masyarakat melalui bidang pendidikan dan kebudayaan. Ketiga,
menjadikan Papua dan Papua Barat sebagai center of excellent dalam bidang
pendidikan dan kebudayaan di kawasan Timur Indonesia,” paparnya.
Selain itu, kata Bambang, agar terciptanya
pengabdian masyarakat secara langsung ke masyarakat Papua. Tak hanya itu,
pengenalan budaya Papua juga akan dilakukan di kampus UI, Jakarta, dan Bali.
"Untuk perkenalkan budaya Papua khususnya budaya Kamoro. Ada juga pameran
budaya. Kalau perlu ada program di tingkat SMA serta pertukaran dosen tamu dan
seminar.
Setelah diresmikan, Papua Center langsung
melakukan penandatanganan kerjasama dengan dua lembaga berbeda yakni PT
Freeport Indonesia dan Sabang-Merauke Circle. PJS Rektor Uncen, Festus Sumbiak mengatakan,
pihaknya terbuka menjalin hubungan dalam bidang pendidikan dan penelitian. Ia
pun ingin agar penelitian tersebut langsung dilakukan di Papua. "Kami
harapkan tenaga pengajar UI dalam berbagai program penelitian jangan hanya
disimpan jadi dokumen, bahas dulu di Papua, sebelum dibawa ke UI," ujar
Bambang.
Ditempat yang sama, Presiden Direktur
Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan melihat Papua menyimpan persoalan
maha besar. Makanya, Papua Center harus dapat menemukan formula yang dapat
menjadikan Papua sebagai milik masyarakat Papua. Selama ini, kata dia, Papua
hanya sebatas subyek pembangunan. “Tapi bukan berarti pembangunan yang lebih
diutamakan.
Saat ini, terang Syahganda,
masyarakat Papua membutuhan pendidikan dan UKM. Bagaimana masyarakat dapat
diajarkan cara berdagang. Setelah pendidikan dan UKM sudah terbina secara baik.
“Baru lah dilakukan pembangunan jalan dan penerangan,” teraangnya.
Dia meyakini kemerdekaan yang dimaksud orang
Papua bukan melepaskan dari dari Indonesia melainkan sejahtera, bebas dari buta
huruf, bebas dari kemiskinan. “Sebanyak 30 persen penduduk Papua berada pada
garis kemiskinan. Indek Pembangunan Manusianya hanya satu level lebih tinggi
dari NTT,” kilah Syahganda.
Menanggapi adanya penembakan seorang wartawan
Papua Pos, Leiron Kogoya Muliambut (35) yang menyebabkan dirinya meninggal
dunia. Syahganda Nainggolan menilai kejadian tersebut akibat separatisme yang
tak kunjung selesai di Papua. Menurutnya, presiden Susilo Bambang Yudhoyono
harus bertanggungjawab atas insiden tersebut. "Itu bentuk separatis di
Papua. Yang paling bertanggungjawab seharusnya presiden SBY," ujarnya.
Menurut Syahganda, bahwa separatis itu timbul
karena kesenjangan sosial sehingga rakyat Papua tak puas. Agar situasi
kondusif, maka isu kesejahteraan harus sanggup diwujudkan. "Jika tidak
kondusif, isu kesejahteraan ini akan berdampak pada isu kemerdekaan, tak ada
masalah kecil di Papua, yang ada besar dan semakin besar," tuturnya.(Faldi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar