Rabu, 20 Juni 2012

DPRD Pesimis Kota Depok Menjadi Cyber City


                                  Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi Demokrat, Jeanne Noveline Tedja.

 Depok Pajajaran News

DPRD Kota Depok sangat pesimis bahwa Pemerintah Kota Depok khususnya Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) dapat menjadikan Depok sebagai Kota Cyber atau Cyber City, menyusul cyber city lain yang sudah muncul terlebih dahulu seperti di Bangalor, India ataupun Dalian di China. Soalnya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan.  "Masih banyak sekali pekerjaan rumahnya, apalagi faktor humanware yang sedikit menakutkan dimana hanya mengandalkan  30 persen dari PNS Depok yang bisa ‘diharapkan’ untuk mewujudkan Cyber City tersebut. 
 
“ Menurut saya, faktor manusia sangat penting dan yang paling utama.  Katakanlah faktor technoware sudah terpenuhi maksimal, tapi bila tidak ada manusia yang kapabel untuk mengoperasikannya, bagaimana dapat terwujud. Faktor Infoware juga tidak akan tercapai maksimal bila manusia yang meng-update dan melakukan diseminasi informasi juga tidak punya ‘awareness’ dan melakukan pekerjaan cyber nya dengan ketrampilan penuh," kata anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi Demokrat, Jeanne Noveline Tedja, kepada wartawan di kantornya baru-baru ini.

Jeanne mengungkapkan, Pemerintah Kota Depok juga patut mempertimbangkan dampak negatif dari cyber world. Misalnya maraknya Warung Internet yang bermunculan dimana-mana, ini membutuhkan pengawasan ekstra dari pemerintah agar kemunculan warnet tidak membuat generasi muda menjadi kecanduan game online ataupun kecanduan facebook misalnya.  Cyber world dan gadget juga membuat manusia menjadi malas ‘bersilaturahmi secara tatap muka’ karena sudah merasakan cukup praktis bertegur sapa melalui yahoo massenger, blackberry massanger ataupun Twitter, facebook dan email. 

 "Masih banyak lagi dampak-dampak sosial lainnya sebagai akibat negatif dari cyber world. Tapi kekhawatiran saya semoga tidak menepiskan semangat Kepala Diskominfo Herry Pansila. Aapalagi dia yakin 100 persen, Depok dapat menjadi Cyber City dengan bertahap dan slowly but sure. Ehhm...boleh saja sih, masalahnya, untuk mewujudkan ini semua dibutuhkan bukan hanya semangat, tapi juga anggaran yang lumayan besar yang diambil dari APBD Kota Depok, alias uang rakyat.  Semoga saja bisa dipertanggungjawabkan nantinya," ujar dia.

Mahasiswa S3 Universitas Indonesia (UI) teringat penuturan pakar cyaber Thomas L. Friedman dalam bukunya yang berjudul ‘The World is Flat’, dunia cyber memang sudah tidak terelakkan lagi. Pilihannya ada pada diri kita masing-masing; menerima kenyataan ini dan ikut didalamnya, atau kita akan ketinggalan.  Dibuku ini dijelaskan betapa dunia menjadi datar dan menciut karena apa yang dilakukan di belahan dunia ini dapat dikerjakan bersamaan di belahan dunia lainnya. 

Tatanan dunia datar adalah penyatuan antara komputer pribadi yang memungkinkan setiap individu di belahan dunia manapun untuk bekerja sama melakukan pekerjan tanpa menghiraukan jarak antar mereka.   "Wacana pembentukan Cyber City di Indonesia sudah lama dilontarkan.  Konsep pembentukan Bandung High Tech Valley sudah beredar sejak tahun 1980.  Bandung sepertinya memenuhi syarat untuk menjadi Cyber City karena banyaknya perguruan tinggi yang ada disana dan juga industri hitech seperti PT Telkom, POS, Telnic, CMI, dll.  Selain itu dari segi kuktur, di Bandung banyak tinggal mahasiswa (karena banyaknya perguruan tinggi) yang tidak asing dengan dunia komputer dan internet.  Mahasiswa juga cepat beradaptasi dengan dunia cyber," kilah Jeanne.

Sedangkan di Depok, papar Jeanne, menurut data Diskominfo pengguna internet di Kota Depok saat ini sudah mencapai 50 persen atau kota tertinggi ke-3 setelah Surabaya dan Malang, sebagai Kota yang penduduknya menggunakan internet paling banyak di Indonesia.  Pengguna telepon genggam di Depok mencapai 4 juta (dengan penduduk Kota Depok sebanyak 1,8 juta, artinya sebagian besar penduduk mempunyai telepon genggam lebih dari satu buah). Dari sana lah, kata dia, kemudian pemerintah melalui Diskominfo berani mencanangkan diri menjadikan Depok sebagai Cyber City dengan menggandeng salah satu Universitas swasta yang ada di Depok untuk mengembangkan cyber city berbasis komunitas,” paparnya.

Menurutnya, di Depok banyak lahir komunitas-komunitas cyber yang dimotori oleh mahasiswa. Oleh karena itu, Diskominfo berani menganggarkan biaya yang cukup besar untuk pembangunan infrastruktur yaitu memasang jaringan wifi atau hotspot secara bertahap yang akan men-cover seluruh wilayah Kota Depok, dimulai dari lingkungan Pemerintah, yaitu di balaikota, kantor Kecamatan dan Kelurahan. Untuk lingkungan Balaikota dan 11 kantor Kecamatan, dianggarkan untuk dilaksanakan tahun 2012, sedangkan instalasi hotspot untuk 63 kantor Kelurahan se Kota Depok, rencananya dianggarkan tahun 2013.  "Tapi kenyataan yang saya hadapi sungguh lain. 

“Saya yang kebetulan juga berada dalam lingkungan pemerintahan Kota Depok, tidak merasakan ‘aura’ cyber city ataupun e-government tersebut.  Rapat-rapat kerja antara legislatif dan eksekutif masih menggunakan cara konservatif, yaitu bertatap muka dan dengan menggunakan kertas-kertas yang sangat banyak. Penggunaan internet masih menjadi ‘barang langka’,” tutur Jeanne.

Padahal, kalau mau dimulai dari lingkungan internal, mestinya semua PNS sudah harus paham menggunakan internet dan tentu saja – laptop.  Data-data yang diperlukan dalam rapat kerja, seharusnya dikirimkan melalui e-mail terlebih dahulu sehingga mengurangi penggunaan kertas (paperless).  Cyber city juga mensyaratkan ‘kecepatan’; dimana bila data sudah dikirim melalui e-mail maka data tersebut bisa dipelajari terlebih dahulu sebelum dibahas pada rapat tatap muka (yang sejatinya di dunia cyber, rapat tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan cukup melalui teleconference saja). 

“Tapi pengalaman saya mengatakan bahwa ‘kecepatan’ ini tidak pernah saya dapatkan.  Data-data yang diperlukan untuk pembahasan anggaran saja misalnya, baru kita dapatkan dihari yang sama saat rapat akan dilakukan, dan dengan menggunakan kertas yang berpuluh-puluh lembar.  Belum lagi ketika rapat di Balaikota, saya tidak pernah berhasil mengakses wifi untuk menghubungkan saya dengan dunia maya untuk sekedar mengirim e-mail melalui yahoo ataupun membuka akun Twitter.  Akhirnya saya tetap menggunakan modem di laptop saya ataupun mengakses internet melalui Blackberry smartphone ataupun tablet," tandasnya.(Faldi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar