Anggota DPRD Kota
Depok dari Fraksi Demokrat, Jeanne Noveline Tedja.
Depok Pajajaran News
DPRD Kota Depok sangat pesimis
bahwa Pemerintah Kota Depok khususnya Dinas Komunikasi dan Informasi
(Diskominfo) dapat menjadikan Depok sebagai Kota Cyber atau Cyber City,
menyusul cyber city lain yang sudah muncul terlebih dahulu seperti di Bangalor,
India ataupun Dalian di China. Soalnya masih banyak pekerjaan rumah yang harus
dikerjakan. "Masih banyak sekali
pekerjaan rumahnya, apalagi faktor humanware yang sedikit menakutkan dimana
hanya mengandalkan 30 persen dari PNS
Depok yang bisa ‘diharapkan’ untuk mewujudkan Cyber City tersebut.
“ Menurut saya, faktor manusia
sangat penting dan yang paling utama.
Katakanlah faktor technoware sudah terpenuhi maksimal, tapi bila tidak
ada manusia yang kapabel untuk mengoperasikannya, bagaimana dapat terwujud.
Faktor Infoware juga tidak akan tercapai maksimal bila manusia yang meng-update
dan melakukan diseminasi informasi juga tidak punya ‘awareness’ dan melakukan
pekerjaan cyber nya dengan ketrampilan penuh," kata anggota DPRD Kota
Depok dari Fraksi Demokrat, Jeanne Noveline Tedja, kepada wartawan di
kantornya baru-baru ini.
Jeanne mengungkapkan, Pemerintah
Kota Depok juga patut mempertimbangkan dampak negatif dari cyber world.
Misalnya maraknya Warung Internet yang bermunculan dimana-mana, ini membutuhkan
pengawasan ekstra dari pemerintah agar kemunculan warnet tidak membuat generasi
muda menjadi kecanduan game online ataupun kecanduan facebook misalnya. Cyber world dan gadget juga membuat manusia
menjadi malas ‘bersilaturahmi secara tatap muka’ karena sudah merasakan cukup
praktis bertegur sapa melalui yahoo massenger, blackberry massanger ataupun
Twitter, facebook dan email.
"Masih banyak lagi dampak-dampak sosial
lainnya sebagai akibat negatif dari cyber world. Tapi kekhawatiran saya semoga
tidak menepiskan semangat Kepala Diskominfo Herry Pansila. Aapalagi dia yakin
100 persen, Depok dapat menjadi Cyber City dengan bertahap dan slowly but sure.
Ehhm...boleh saja sih, masalahnya, untuk mewujudkan ini semua dibutuhkan bukan
hanya semangat, tapi juga anggaran yang lumayan besar yang diambil dari APBD
Kota Depok, alias uang rakyat. Semoga
saja bisa dipertanggungjawabkan nantinya," ujar dia.
Mahasiswa S3 Universitas
Indonesia (UI) teringat penuturan pakar cyaber Thomas L. Friedman dalam bukunya
yang berjudul ‘The World is Flat’, dunia cyber memang sudah tidak terelakkan
lagi. Pilihannya ada pada diri kita masing-masing; menerima kenyataan ini dan
ikut didalamnya, atau kita akan ketinggalan.
Dibuku ini dijelaskan betapa dunia menjadi datar dan menciut karena apa
yang dilakukan di belahan dunia ini dapat dikerjakan bersamaan di belahan dunia
lainnya.
Tatanan dunia datar adalah
penyatuan antara komputer pribadi yang memungkinkan setiap individu di belahan
dunia manapun untuk bekerja sama melakukan pekerjan tanpa menghiraukan jarak
antar mereka. "Wacana pembentukan
Cyber City di Indonesia sudah lama dilontarkan.
Konsep pembentukan Bandung High Tech Valley sudah beredar sejak tahun
1980. Bandung sepertinya memenuhi syarat
untuk menjadi Cyber City karena banyaknya perguruan tinggi yang ada disana dan
juga industri hitech seperti PT Telkom, POS, Telnic, CMI, dll. Selain itu dari segi kuktur, di Bandung
banyak tinggal mahasiswa (karena banyaknya perguruan tinggi) yang tidak asing
dengan dunia komputer dan internet.
Mahasiswa juga cepat beradaptasi dengan dunia cyber," kilah Jeanne.
Sedangkan di Depok, papar Jeanne,
menurut data Diskominfo pengguna internet di Kota Depok saat ini sudah mencapai
50 persen atau kota tertinggi ke-3 setelah Surabaya dan Malang, sebagai Kota
yang penduduknya menggunakan internet paling banyak di Indonesia. Pengguna telepon genggam di Depok mencapai 4
juta (dengan penduduk Kota Depok sebanyak 1,8 juta, artinya sebagian besar
penduduk mempunyai telepon genggam lebih dari satu buah). Dari sana lah, kata dia,
kemudian pemerintah melalui Diskominfo berani mencanangkan diri menjadikan
Depok sebagai Cyber City dengan menggandeng salah satu Universitas swasta yang
ada di Depok untuk mengembangkan cyber city berbasis komunitas,” paparnya.
Menurutnya, di Depok banyak lahir
komunitas-komunitas cyber yang dimotori oleh mahasiswa. Oleh karena itu,
Diskominfo berani menganggarkan biaya yang cukup besar untuk pembangunan
infrastruktur yaitu memasang jaringan wifi atau hotspot secara bertahap yang
akan men-cover seluruh wilayah Kota Depok, dimulai dari lingkungan Pemerintah,
yaitu di balaikota, kantor Kecamatan dan Kelurahan. Untuk lingkungan Balaikota
dan 11 kantor Kecamatan, dianggarkan untuk dilaksanakan tahun 2012, sedangkan
instalasi hotspot untuk 63 kantor Kelurahan se Kota Depok, rencananya
dianggarkan tahun 2013. "Tapi
kenyataan yang saya hadapi sungguh lain.
“Saya yang kebetulan juga berada
dalam lingkungan pemerintahan Kota Depok, tidak merasakan ‘aura’ cyber city
ataupun e-government tersebut.
Rapat-rapat kerja antara legislatif dan eksekutif masih menggunakan cara
konservatif, yaitu bertatap muka dan dengan menggunakan kertas-kertas yang
sangat banyak. Penggunaan internet masih menjadi ‘barang langka’,” tutur Jeanne.
Padahal, kalau mau dimulai dari
lingkungan internal, mestinya semua PNS sudah harus paham menggunakan internet
dan tentu saja – laptop. Data-data yang
diperlukan dalam rapat kerja, seharusnya dikirimkan melalui e-mail terlebih
dahulu sehingga mengurangi penggunaan kertas (paperless). Cyber city juga mensyaratkan ‘kecepatan’;
dimana bila data sudah dikirim melalui e-mail maka data tersebut bisa
dipelajari terlebih dahulu sebelum dibahas pada rapat tatap muka (yang
sejatinya di dunia cyber, rapat tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan
cukup melalui teleconference saja).
“Tapi pengalaman saya mengatakan
bahwa ‘kecepatan’ ini tidak pernah saya dapatkan. Data-data yang diperlukan untuk pembahasan
anggaran saja misalnya, baru kita dapatkan dihari yang sama saat rapat akan
dilakukan, dan dengan menggunakan kertas yang berpuluh-puluh lembar. Belum lagi ketika rapat di Balaikota, saya
tidak pernah berhasil mengakses wifi untuk menghubungkan saya dengan dunia maya
untuk sekedar mengirim e-mail melalui yahoo ataupun membuka akun Twitter. Akhirnya saya tetap menggunakan modem di
laptop saya ataupun mengakses internet melalui Blackberry smartphone ataupun
tablet," tandasnya.(Faldi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar