Minggu, 08 Juli 2012

“Penegak Hukum di Kota Depok Lemah” Diskominfo Markup Anggaran Walkot Bungkem

                            Salah satu  iklan ranning tex di Jln Margonda Raya yang diduga bermasalah


Depok Pajajaran News

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakan (Ormas) Kota Depok, menilai hukum di Kota Depok sangat lemah. Pasalnya proyek running tex di Diskominfo Pemkot Depok yang didanai dari pos APBD TA 2011, senilai Rp 3.169.111.526.,- anggaran yang dibuat untuk proyek running tex tidak realistis, dan berlebihan serta kongkalikong dalam proyek tersebut. terindikasi adanya  mark up anggaran serta sarat dengan KKN.

Namun pihak penegak hukum seperti, Kejari, Kejagung dan KPK belum mampu menyelesaikan kasus tersebut. Kendati Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan tertutup untuk segera mengungkap kasus tersebut, yang kini sudah berkembang menjadi opini publik di masyarakat, bahwa penegak hukum tersebut diduga keras telah terima upeti dari Diskominfo Kota Depok,” tegas Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara.RI (LPPNRI), Toto Sudiarto, kepada sejumlah media kemarin.

Toto mengungkapkan, pengadaan papan running text tersebut terpasang di tiga titik lokasi dengan jumlah keseluruhan (banyaknya papan yang terpasang, red) sebanyak 4 buah papan running text, dengan rincian: di jalan Margonda Raya, tepatnya di atas jembatan penyeberangan orang (JPO) depan Depok Town Square (Detos) – Margo City (2 buah); di jalan raya Bogor -Jakarta (1 buah) dan di jalan alternatif Cibubur (1 buah).

Dari empat perusahaan yang mengikuti proses lelang, kabarnya tiga perusahaan adalah merupakan satu grup dengan perusahaan pemenang, yakni PT. Hutama Manggala Persada, PT. Satria Surya Pratama dan CV. Pintu Rejeki selaku pemenang lelang, yakni, PT. HUTAMA MANGGALA PERSADA Rp 900.000.000,-  . PT. SATRIA SURYA PRATAMA Rp 1.000.000.000,-  . CV. ANDINI Rp 1.100.000.000,-  . CV. Pintu Rejeki Rp 3.160.000.000,” ungkap Toto.

Sedangakan Ketua LSM Lembaga Investigasi Pengadaan Barang dan Jasa (LIPBI), Cornelis Lamongi, mengakui, pihaknya telah melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bahkan telah menerima surat panggilan dari KPPU kepada LSM LIPBI itu bernomor: 1126/SJ/VI/2012. Intinya adalah agar kami dapat mengikuti sidang terkait laporan soal proyek running.

 Sebab pihak KPPU sudah mencium aroma persekongkolan pada proyek pengadaan & pemasangan papan running text yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok tahun 2011 lalu. Selanjutnya untuk dugaan tindak pidananya (persekongkolan vertikal dan horizontal) KPPU juga telah membuat rekomendasinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kilahnya.

Cornelis menerangkan, dari informasi yang dikumpulkan didapati data-data bahwa dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemasangan papan running text tersebut ternyata hanya sekitar Rp 1,2 Miliar saja.
“Pagu anggaran proyek running text tersebut adalah Rp 3,2 M. Jika penawaran CV Pintu Rejeki Rp 3.160.000.000 dan dana yang digunakan untuk mengerjakan proyek tersebut hanya Rp 1,2 M, maka keuntungan yang diraup CV Pintu Rejeki diperkirakan berkisar Rp 1,5 M lebih,” terangnya.

 Jadi tak heran dengan keuntungan besar yang di dapat oleh kontraktor pelaksana (CV Pintu Rejeki) dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut. Selain banyak item barang yang terkesan sengaja tidak dipasang, kualitas bahan-bahan pada running text juga di duga kuat bermutu rendah. 

Kendati dugaan korupsi proyek running text telah terkuak, Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail terkesan tak mau ambil pusing dan bungkam, begitupun dengan aparat penegak hukum di Kota Depok,” papar Cornelis.

Sama halnya dikatakan, Cahyo Putranto, selaku Ketua Presidium Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang ) Kota Depok, menduga dari awal pelaksanaan tender (lelang) kegiatan tersebut, memang jelas sudah ada upaya pengaturan. Salah satunya adalah bahwa dari empat perusahaan yang mengikuti proses lelang merupakan satu grup dalam konsorsium yang sama (Satria Grup) yang beralamat di Jl. Akses UI No. 24 Kelapa Dua, Depok,” ujarnya.

Cahyo menuturkan, memang grup perusahaan itu sudah lama menjalin ‘hubungan mesra’ dengan Kejari Depok, khususnya para penyidiknya. Ditambah lagi dengan peran ‘kekuasaan’ di Kota Depok, maka ‘cincai’ sudah. “Jadi harus ada people power untuk mendesak Kejari Depok sehingga kasus tersebut dapat ditangani sebagaimana mestinya. Jika hanya perkara perdatanya saja yang akan disidangkan oleh KPPU, lalu kenapa sidang Pidana kasus tersebut tidak dilakukan,” tandas Cahyo.

Pernyataan Cahyo diamini oleh Ketua LSM Komite Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD) Yohannes Bunga, mengatakan, bahwa selama ini kinerja Penyidik Kejari Depok dalam hal pemberantasan korupsi di Kota Depok selama ini dinilai tak pernah serius menuntaskan kasus korupsi. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi pun nampaknya diabaikan. Oleh karena itu, kinerja Kejari Depok patut dipertanyakan,” ujarnya.

Yohannes mengaku sangat prihatin dengan lemahnya upaya penanganan serta respon dari pihak penegak hukum di Kota Depok, seperti masih banyaknya dugaan kasus-kasus korupsi yang bersifat Big Fish (kelas kakap) nyaris tak ada yang ditangani dan terkesan dibiarkan. Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat,” kilahnya.

Yohannes bersama dengan elemen yang lainnya, akan mengawal trus kasus ini agar kepercayaan terhadap Kejaksaan Negri, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntasan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kota Depok dapat terungkap ke publik dengan transparan, sehingga rasa percaya kami terhadap penegak hukum yang selama ini bimbang akan terbangun kembali.

“Untuk itu kami mendesak agar Kejari Depok segera mengusut dugaan mark up dan indikasi korupsi yang terjadi dalam proyek pengadaan dan pemasangan papan running text yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Depok tersebut,” tandasnya.(Faldi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar