Depok Pajajaran News
Sejumlah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakan (Ormas) Kota Depok, menilai hukum
di Kota Depok sangat lemah. Pasalnya proyek running tex di Diskominfo Pemkot
Depok yang didanai dari pos APBD TA 2011, senilai Rp 3.169.111.526.,- anggaran
yang dibuat untuk proyek running tex tidak realistis, dan berlebihan serta kongkalikong
dalam proyek tersebut. terindikasi adanya
mark up anggaran serta sarat dengan KKN.
Namun pihak penegak hukum
seperti, Kejari, Kejagung dan KPK belum mampu menyelesaikan kasus tersebut. Kendati
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan tertutup untuk segera
mengungkap kasus tersebut, yang kini sudah berkembang menjadi opini publik di
masyarakat, bahwa penegak hukum tersebut diduga keras telah terima upeti dari
Diskominfo Kota Depok,” tegas Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara.RI (LPPNRI), Toto Sudiarto, kepada sejumlah
media kemarin.
Toto mengungkapkan, pengadaan
papan running text tersebut terpasang di tiga titik lokasi dengan jumlah
keseluruhan (banyaknya papan yang terpasang, red) sebanyak 4 buah papan running
text, dengan rincian: di jalan Margonda Raya, tepatnya di atas jembatan
penyeberangan orang (JPO) depan Depok Town Square (Detos) – Margo City (2
buah); di jalan raya Bogor -Jakarta (1 buah) dan di jalan alternatif Cibubur (1
buah).
Dari empat perusahaan yang
mengikuti proses lelang, kabarnya tiga perusahaan adalah merupakan satu grup
dengan perusahaan pemenang, yakni PT. Hutama Manggala Persada, PT. Satria Surya
Pratama dan CV. Pintu Rejeki selaku pemenang lelang, yakni, PT. HUTAMA MANGGALA
PERSADA Rp 900.000.000,- . PT. SATRIA
SURYA PRATAMA Rp 1.000.000.000,- . CV.
ANDINI Rp 1.100.000.000,- . CV. Pintu
Rejeki Rp 3.160.000.000,” ungkap Toto.
Sedangakan Ketua LSM Lembaga
Investigasi Pengadaan Barang dan Jasa (LIPBI), Cornelis Lamongi, mengakui,
pihaknya telah melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Bahkan telah menerima surat panggilan dari KPPU kepada LSM LIPBI itu bernomor:
1126/SJ/VI/2012. Intinya adalah agar kami dapat mengikuti sidang terkait
laporan soal proyek running.
Sebab pihak KPPU sudah mencium aroma
persekongkolan pada proyek pengadaan & pemasangan papan running text yang
digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok tahun 2011
lalu. Selanjutnya untuk dugaan tindak pidananya (persekongkolan vertikal dan
horizontal) KPPU juga telah membuat rekomendasinya ke Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK),” kilahnya.
Cornelis menerangkan, dari
informasi yang dikumpulkan didapati data-data bahwa dana yang digunakan untuk
pengadaan dan pemasangan papan running text tersebut ternyata hanya sekitar Rp
1,2 Miliar saja.
“Pagu anggaran proyek running
text tersebut adalah Rp 3,2 M. Jika penawaran CV Pintu Rejeki Rp 3.160.000.000
dan dana yang digunakan untuk mengerjakan proyek tersebut hanya Rp 1,2 M, maka
keuntungan yang diraup CV Pintu Rejeki diperkirakan berkisar Rp 1,5 M lebih,”
terangnya.
Jadi tak heran dengan keuntungan besar yang di
dapat oleh kontraktor pelaksana (CV Pintu Rejeki) dalam pelaksanaan pekerjaan
proyek tersebut. Selain banyak item barang yang terkesan sengaja tidak
dipasang, kualitas bahan-bahan pada running text juga di duga kuat bermutu
rendah.
Kendati dugaan korupsi proyek
running text telah terkuak, Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail terkesan tak mau
ambil pusing dan bungkam, begitupun dengan aparat penegak hukum di Kota Depok,”
papar Cornelis.
Sama halnya dikatakan, Cahyo
Putranto, selaku Ketua Presidium Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang ) Kota
Depok, menduga dari awal pelaksanaan tender (lelang) kegiatan tersebut, memang
jelas sudah ada upaya pengaturan. Salah satunya adalah bahwa dari empat
perusahaan yang mengikuti proses lelang merupakan satu grup dalam konsorsium
yang sama (Satria Grup) yang beralamat di Jl. Akses UI No. 24 Kelapa Dua,
Depok,” ujarnya.
Cahyo menuturkan, memang grup
perusahaan itu sudah lama menjalin ‘hubungan mesra’ dengan Kejari Depok,
khususnya para penyidiknya. Ditambah lagi dengan peran ‘kekuasaan’ di Kota
Depok, maka ‘cincai’ sudah. “Jadi harus ada people power
untuk mendesak Kejari Depok sehingga kasus tersebut dapat ditangani sebagaimana
mestinya. Jika hanya perkara perdatanya saja yang akan disidangkan oleh KPPU,
lalu kenapa sidang Pidana kasus tersebut tidak dilakukan,” tandas Cahyo.
Pernyataan Cahyo diamini oleh
Ketua LSM Komite Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD) Yohannes Bunga, mengatakan,
bahwa selama ini kinerja Penyidik Kejari Depok dalam hal pemberantasan korupsi
di Kota Depok selama ini dinilai tak pernah serius menuntaskan kasus korupsi.
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
pun nampaknya diabaikan. Oleh karena itu, kinerja Kejari Depok patut
dipertanyakan,” ujarnya.
Yohannes mengaku sangat prihatin
dengan lemahnya upaya penanganan serta respon dari pihak penegak hukum di Kota
Depok, seperti masih banyaknya dugaan kasus-kasus korupsi yang bersifat Big
Fish (kelas kakap) nyaris tak ada yang ditangani dan terkesan dibiarkan. Hal
ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat,”
kilahnya.
Yohannes bersama dengan elemen
yang lainnya, akan mengawal trus kasus ini agar kepercayaan terhadap Kejaksaan
Negri, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntasan tindak
pidana korupsi yang terjadi di Kota Depok dapat terungkap ke publik dengan
transparan, sehingga rasa percaya kami terhadap penegak hukum yang selama ini
bimbang akan terbangun kembali.
“Untuk itu kami mendesak agar
Kejari Depok segera mengusut dugaan mark up dan indikasi korupsi yang terjadi
dalam proyek pengadaan dan pemasangan papan running text yang digelar Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Depok tersebut,” tandasnya.(Faldi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar