Minggu, 26 Agustus 2012

Diduga Oknum Kejagung Terlibat Kasus Running Tex Kota Depok


                              Diduga Oknum Kejagung Terlibat


 Depok Pajajaran News 

Kendati telah diberitakan di berbagai media massa nasional dan on line, proyek running tex Kota Depok yang menghebohkan, itu, hingga kini  secara formal penyelidikannya belum  juga disentuh penyidik kejaksaan negeri, kejati jabar bandung, maupun kejagung. Diketahui secara informal di duga kuat ada oknum penyidik kejagung di bagian pengawasan tersebut berdomisili di Kota Depok itu diduga ikut terlibat. Maka kabar berita tindaklanjut pemeriksaannya dari oknum itu pun tidak terdengar dan menghilang begitu saja,” kata Koordinator LSM  Pemantau Peradilan Kota Depok, Yohannes Bunga kepada Radar Online Minggu (26/8/2012) di Sekretariatnya. 

Yohannes mengakui, bahwa di saat bertemu dengan oknum Kejagung tersebut disalah satu tempat hiburan “Karaoke” terkenal di Kota Depok  "ketika dikonfirmasikan, sudah sejauhmanakah tindak lanjut penyelidikan Proyek running tex (informasi singkat melalui tex berjalan) di diskominfo pemkot depok yang didanai dari pos apbd ta 2011 senilai rp 3,169.111.526 kini banyak diperbincangkan masyarakat kota depok, oleh karena proyek tersebut yang menelan biaya miliaran itu sudah berkembang menjadi opini publik di masyarakat..? “ Namun oknum  penyidik itu tak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, bahkan dia bersikap diam seribu bahasa, terkesan merasa ketakutan,” kilahnya.


Menurut Yohannes, bahwa anggaran yang dibuat untuk proyek "running tex" tidak realistis, sangat berlebihan serta terindikasi adanya "mark up anggaran" dengan terencananya nilai pagu sebesar rp 3,169.111.562. "proyek pembangunan running tex yang berjumlah hanya lima unit itu biayanya sangat berlebihan, karena anggaran yang diserap sangat jauh di atas kebutuhan yang sebenarnya.

Diduga kuat terjadi pembengkakan jumlah anggaran hanya untuk pembangunan itu saja yang merupakan  bentuk pemborosan dan terindikasi terjadi kebocoran yang tidak wajar. Dalam rencana penyusunan anggaran pada pengadaan barang dan jasa "running tex" pihak perencana diduga kuat telah melakukan penggelembungan anggaran atau disebut "mark up", agar paket proyek tersebut diarahkan kepada pengusaha tertentu yaitu "dalam rangka tender arisan atau proyek bagi2 untung,” tuturnya.

Yohannes mengungkapkan, penggelembungan yang dilakukan perencana pada pembangunan "running tex" dapat dilihat dari aspek tingginya biaya yang dibutuhkan jauh diatas kebutuhan yang sebenarnya. Sementara kualitas hasil pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan volume pekerjaan atau tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.

Indikasi proyek yang diarahkan pada "running tex" terlihat  dari hasil proses penilaian pihak panitia lelang yang telah memenangkan penawar tertinggi yaitu pada urutan ke empat yaitu dimenangkan oleh cv. Pintu rejeki rp 3.160.000.000,” ungkapnya.

Dia menambahkan, sangat tidak masuk akal pelelangan tersebut hanya turun menawar rp 9 juta dari nilai pagu senilai rp 3.169.111.525 jatuh sebagai pemenang. Berarti harga satuan per unit senilai rp 600 juta.

“Padahal kita ketahui kalau  mengacu perpres no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, pihak panitia kerap mempertimbangkan pada penawaran terendah yang responsif.

Tentu dalam hal ini, berdasarkan penawaran tersebut di atas patut diduga bahwa proyek "running tex" berpotensi merugikan keuangan negara, karena  diduga telah melanggar perpres no. 54 tahun 2010,” ujar Yohannes.

Yohannes menegaskan, diketahui PT. Hutama manggala persada melakukan penawaran harga terendah rp 900.000.000 urutan kedua tawaran pt. Satria surya pratama dengan penawaran rp 1.000.000.000, dan urutan ketiga oleh cv. Andini dengan penawaran rp 1.100.000.000.

Kemudian perlu diselidiki juga bahwa siapa sesungguhnya yang membawa atau memiliki tiga perusahaan tersebut di atas. Bukan tidak mungkin yang membawa ketiga perusahaan yang kalah adalah pihak pemenang juga.

Proyek akal-akalan  itu  menyerap anggaran tidak realistis, hanya dibangun di lima titik,  dua titik lagi dibangun menumpang di atas jpo (jembantan penyeberangan orang di jalan raya margonda). Sementara harganya sangat fantastic per titik diperkirakan senilai Rp 600 juta,” tandasnya.(Faldi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar