Rabu, 08 Agustus 2012

PKB UI : Rhoma Irama Harus Ditindak Tegas

                              Peneliti kajian budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati (Ist)

Depok Pajajaran News

Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) harus dapat menyelesaikan kasus video ceramah berbau suku, agama, dan ras (sara) yang dilakukan raja dangdut Rhoma Irama dengan tegas dan tuntas. Apalagi, ada dugaan Rhoma dengan sengaja mendiskreditkan salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. "Panwaslu harus berani menindak tegas pelaku sara," kata Peneliti kajian budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, kepada wartawan Selasa (7/8/2012).

Menurut Devie, Panwaslu harus belajar dari penyelenggara Olimpiade Inggris. Dimana, panitia memulangkan salah satu pemain sepak bola asal Swiss karena telah menulis kalimat sara terhadap para pemain Korea dalam akun jejaring sosialnya. "Panwaslu harus berani meniru tindakan mereka. Namun, vonis diambil setelah melalui rangkaian pemeriksaan yang serius," tuturnya.

Devie mengungkapkan, masyarakat harus dapat membedakan mana yang bukan isu sara dan mana yang masuk kategori sara. Dia mencontohkan, bila orang Padang atau Makasar ditanya siapa yang akan dipilih dalam pilgub Jakarta putaran kedua mendatang. Dan mereka meberi jawaban akan memilih suku mereka, maka itu bukan sara.  "Namun jika ada upaya sistematis upaya jatuhkan lawan, itu isu sara," ungkapnya.

Dia menilai, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap warga negara wajib mengedepankan etika, moral, dan taat hukum. Jika seorang tim sukses bicara tentang seseorang dikubu lawan, dan memiliki upaya untuk menggiring opini publik dengan cara negatif tentu harus ditindak tegas. 

"Dalam hal ini perlu mengedepankan etika. Etika tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hukum harus mendorong. Jika bang Rhoma terbukti melanggar memang harus dihukum, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus menjaga etika moral dan hukum, buat apa bernegara dan berbangsa kalau itu dilanggar," ujar Devie.

Kata Devie, yang terpenting yakni bicara soal eksekusi hukum itu sendiri jika memang pelanggar terbukti melanggar. Sebab, lanjutnya, hal ini bisa menjadi pelajaran bagi calon maupun tim kampanye ataupun juru kampanye di pemilihan gubernur selanjutnya. "Dalam upaya kampanye, semua orang kandidat berhak lakukan apappun. Selama tak melakukan pelanggaran hukum, silahkan," kata dia.

Devie yakin bahwa masyarakat Jakarta yang pluralis mampu menyaring hal itu dan tak akan terpengaruh dengan isu sara. "Saya rasa sebuah pilihan yang gegabah mengusung isu sara, Jakarta masyarakatnya plural menghargai perbedaan, jadi tak akan berpaling, itu sederhana. Yang penting isu pembaruan, siapa yang mampu berbeda dia yang akan dipilih," kilahnya.(Faldi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar