Peneliti kajian budaya Universitas Indonesia (UI)
Devie Rahmawati (Ist)
Depok Pajajaran News
Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu) harus dapat menyelesaikan kasus video ceramah berbau suku, agama,
dan ras (sara) yang dilakukan raja dangdut Rhoma Irama dengan tegas dan tuntas.
Apalagi, ada dugaan Rhoma dengan sengaja mendiskreditkan salah satu pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. "Panwaslu harus berani menindak
tegas pelaku sara," kata Peneliti kajian budaya Universitas Indonesia (UI)
Devie Rahmawati, kepada wartawan Selasa (7/8/2012).
Menurut Devie, Panwaslu harus
belajar dari penyelenggara Olimpiade Inggris. Dimana, panitia memulangkan salah
satu pemain sepak bola asal Swiss karena telah menulis kalimat sara terhadap
para pemain Korea dalam akun jejaring sosialnya. "Panwaslu harus berani
meniru tindakan mereka. Namun, vonis diambil setelah melalui rangkaian
pemeriksaan yang serius," tuturnya.
Devie mengungkapkan, masyarakat
harus dapat membedakan mana yang bukan isu sara dan mana yang masuk kategori
sara. Dia mencontohkan, bila orang Padang atau Makasar ditanya siapa yang akan
dipilih dalam pilgub Jakarta putaran kedua mendatang. Dan mereka meberi jawaban
akan memilih suku mereka, maka itu bukan sara.
"Namun jika ada upaya sistematis upaya jatuhkan lawan, itu isu
sara," ungkapnya.
Dia menilai, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, setiap warga negara wajib mengedepankan etika, moral,
dan taat hukum. Jika seorang tim sukses bicara tentang seseorang dikubu lawan,
dan memiliki upaya untuk menggiring opini publik dengan cara negatif tentu
harus ditindak tegas.
"Dalam hal ini perlu mengedepankan etika. Etika
tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hukum harus mendorong. Jika bang Rhoma
terbukti melanggar memang harus dihukum, dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, harus menjaga etika moral dan hukum, buat apa bernegara dan
berbangsa kalau itu dilanggar," ujar Devie.
Kata Devie, yang terpenting yakni
bicara soal eksekusi hukum itu sendiri jika memang pelanggar terbukti
melanggar. Sebab, lanjutnya, hal ini bisa menjadi pelajaran bagi calon maupun
tim kampanye ataupun juru kampanye di pemilihan gubernur selanjutnya.
"Dalam upaya kampanye, semua orang kandidat berhak lakukan apappun. Selama
tak melakukan pelanggaran hukum, silahkan," kata dia.
Devie yakin bahwa masyarakat
Jakarta yang pluralis mampu menyaring hal itu dan tak akan terpengaruh dengan
isu sara. "Saya rasa sebuah pilihan yang gegabah mengusung isu sara,
Jakarta masyarakatnya plural menghargai perbedaan, jadi tak akan berpaling, itu
sederhana. Yang penting isu pembaruan, siapa yang mampu berbeda dia yang akan
dipilih," kilahnya.(Faldi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar